PENGERTIAN PERKAWINAN

0 Comments



BAB I
PENDAHULUAN
ILatar Belakang
        
        Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

        Sedangkan tujuan pernikahan adalah sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-Rum ayat 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berfikir”.Mawaddah warahmah adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, ketika manusia melakukan pernikahan.
        
        Pernikahan merupakan sunah nabi Muhammad saw. Sunnah diartikan secara singkat adalah, mencontoh tindak laku nabi Muhammad saw. Perkawinan diisyaratkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridha Allah SWT, dan hal ini telah diisyaratkan dari sejak dahulu, dan sudah banyak sekali dijelaskan di dalam al-Qur’an:
     
           Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. an-Nuur ayat 32).

II. Rumusan Masalah
1.     Apa pengertian perkawinan ?
2.     Apa tujuan perkawinan ?
3.     Apa saja macam-macam perkawinan ?
4.     Bagaimana kedudukan perkawinan ?
5.     Apa hukum perkawinan ?
6.     Apa hikmah perkawinan ?

III. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian perkawinan
2. Menjelaskan tujuan perkawinan.
3. Menyebutkan macam-macam perkawinan.
4. Menjelaskan kedudukan perkawinan.
5. Menyebutkan hukum-hukum perkawinan.
6. Menjelaskan hikmah perkawinan.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian perkawinan

             Perkawinan adalah terjemahan dari kata nakaha dan zawaja.Kedua kata inilah yang menjadi istilah pokok dalam al-Qur’an untuk menunjukan perkawinan (pernikahan). Kata zawaja berarti “pasangan’ sedangkan nakaha berarti “berhimpun”, jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa arti pernikahan dari sisi bahasa adalah  berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri, menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermitra.
      Ternyata dalam al-Qur’an juga terdapat kata (istilah) wahabat (yang berarti memberi)yang digunakan untuk menyatakan keabsahan hubungan antara laki-laki dan perempuan.Tetapi kata tersebut hanya dikhususkan untuk istri nabi. Kemudian ada juga pengertian menurut UU No 1 tahun 1974, perkawinan adalah “ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yg bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.

        Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dari beberapa terminologi yang telah dikemukakan nampak jelas sekali terlihat bahwa perkawinan adalah fitrah ilahi. Hal ini dilukiskan dalam Firman Allah: 
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS.Ar-Rum ayat 21).

        B. Tujuan perkawinan
1.         Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ...
“Wahai sekalian para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah….”
2.         Memperbanyak keturunan umat ini, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena (pada hari kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain.”
3.         Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan pandangannya dan pandangan istrinya dari yang haram. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 30-31)   
  
    Tujuan perkawinan yang tertinggi adalah memelihara regenerasi, memelihara gen manusia, dan masing-masing suami istri mendapatkan ketenangan jiwa karena kecintaan dan kasih sayangnya dapat disalurkan. Demikian juga  pasangan suami istri sebagai tempat peristirahatan disaat lelah dan tegang, keduanya dapat melampiaskan kecintaan dan kasih sayang selayaknya sebagai suami istri. Sebagaimana firman Allah :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Ar-Ruum : 21)
       
     Bahkan Islam mengatur tujuan pernikah lebih dari itu dengan meletakkan hak dan kewajiban bagi mereka.Definisi  zawajaberikut ini lebih mengakomodasikan nilai-nilai tujuan tersebut, yaitu suatu akad yang menghalalkan pergaulan dan pertolongan antara laki-laki dan perempuan dan memebatasi hak-hak serta kewajiban masing-masing mereka.Akad zawaja hendaknya di bawah aturan agama agar terasa pengaruh kesuciannya sehingga mereka tunduk dan mematuhi dalam hati lapang dan ridha.

            Intinya adalah pertama, semua tujuan perkawinan  perkawinan tersebut adalah tujuan yang menyatu dan terpadu (integral dan induktif). Artinya semua tujuan tersebut harus diletakkan menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan.       Kedua, tujuan akhir dari perkawinan dalam kehidupan dunia adalah untuk mendapatkan kehidupan yang tentram, damai, serta penuh cinta dan kasih sayang, yang dalam bahasa Al-Qur’an adalah sakinah mawaddah wa rahmah. Tujuan reproduksi, pemenuhan kebutuhan biologis, dan menjaga kehormatan pada akhirnya adalah untuk mencapai kehidupan yang sakinah mawaddah wa rahmah tersebut.
            Ketiga, tujuan perkasinan semestinya menjadi prioritas.Artinya, setiap pembahasan dari perkawinan semestinya dikaitkan dan disinergikan apakah sesuai atau tidak denagn tujuan perkawinan.
C. Macam-macam perkawinan
a.     Perkawinan yang sah menurut syari’at
Perkawinan yang sah menurut syari’at adalah perkawinan yang memenuhi rukun dan syarat-syarat nikah. Yang termasuk syarat-syarat nikah diantaranya :
a.1 Perempuan halal dikawin oleh laki-laki yang ingin menjadikannya istri.
b.1 Akad nikahnya dihadiri para saksi

Adapun yang termasuk rukun nikah adalah :
1. Calon mempelai laki-laki
2. Calon mempelai perempuan
3. Wali dari mempelai perempuan
4. Ijab qabul

b.NIkah yang tidak sah menurut syari’at
b.1 Nikah mut’ah
        Kata mut’ah berasal dari kata “mata’a” yang berarti menikmati. Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah yang terputus. Seperti : satu hari satu, minggu, satu bulan. Nikah mut’ah dalam istilah hukum biasa disebut: “perkawinan untuk masa tertentu”, artinya pada waktu akad dinyatakan ikatan berlaku perkawinan sampai masa tertentu yang bila masa itu telah dating, perkawinan terputus dengan sendirinya tanpa melalui peoses penceraian
b.2  Nikah syighar
        Adalah pernikahan dengan sejumlah kompensasi tukar menukar dengan putrinya atau saudara perempuannya.
b.3  Nikah muhallil
       Adalah seorang perempuan dicerai 3 kali maka haramlah menikahinya kembali, sebelum ada seseorang yg telah menikahinya kembali, kemudian lelaki pertama yang meceraikan istrinya itu ia ternyata masih mencintai mantan istrinya dan ingin kmbali menikahinya kemudian ia  menyuruh seseorang untuk menikahi istrinya karena untuk menggurkan ketidakbolehan itu. Maka pernikah seperti ini diharamkan oleh syari’at.
b.4  Nikah muhrim
        Adalah seorang laki-laki yang menikah, sedangkan ia dalam keadaan ihram untuk haji atau umrah sebelum tahalul. Hukum pernikahan ini batal .jika ia menginginkan nikah dengannya maka ia melaksanakan akad kembali setelah selesai haji atau umrahnya.
b.5  Nikah masa Iddah
        Yaitu seorang laki-laki menikahi perempuan yang masih iddah baik karena perceraian ataupun kematian.
b.6  Nikah tanpa (izin) wali

C. Kedudukan perkawinan
1.         Sunnah Para Nabi dan Rasul
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah.Bagi tiap-tiap masa ada Kitab. (QS. Ar-Ra'd : 38).
Dari Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Empat hal yang merupakan sunnah para rasul : [1] Hinna',1 [2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah. (HR. At-Tirmizi 1080)
2.         Bagian Dari Tanda Kekuasan Allah
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Ar-Ruum : 21)
3.         Salah Satu Jalan Untuk Menjadi Kaya
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan Kaurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.(QS. An-Nur : 32)
4.         Ibadah Dan Setengah Dari Agama
Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki oleh Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada separuh agamanya.Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya.(HR. Thabarani dan Al-Hakim 2/161).
5.         Tidak Ada Pembujangan Dalam Islam
Islam berpendirian tidak ada pelepasan kendali gharizah seksual untuk dilepaskan tanpa batas dan tanpa ikatan.Untuk itulah maka diharamkannya zina dan seluruh yang membawa kepada perbuatan zina.
    
        Tetapi di balik itu Islam juga menentang setiap perasaan yang bertentangan dengan gharizah ini.Untuk itu maka dianjurkannya supaya kawin dan melarang hidup membujang dan kebiri.
        Seorang muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan, bahwa hidup membujang itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu kawin; atau dengan alasan supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya untuk beribadah dan memutuskan hubungan dengan duniawinya.
            Abu Qilabah mengatakan "Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan menjauhkan diri dari duniawi dan meninggalkan perempuan (tidak kawin dan tidak menggaulinya) serta akan hidup membujang. Maka berkata Rasulullah s.a.w, dengan nada marah lantas ia berkata:
'Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka memperketat terhadap diri-diri mereka, oleh karena itu Allah memperketat juga, mereka itu akan tinggal di gereja dan kuil-kuil. Sembahlah Allah dan jangan kamu menyekutukan Dia, berhajilah, berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka Allah pun akan meluruskan kepadamu.
Kemudian turunlah ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُحَرِّمُواْ طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللّهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengharamkan yang baik-baik dari apa yang dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu melewati batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas. (QS. Al-Maidah: 87)

6.         Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup
Selain itu secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah merupakan ciri dari makhluq hidup. Allah SWT telah menegaskan bahwa makhluq-makhluq ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk berpasangan satu sama lain.
وَمِن كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.(QS. Az-Zariyat : 49)
 D.  Hukum perkawinan
Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima yaitu :
1.  Wajib bagi orang yang sudah mampu nikah,sedangkan nafsunya telah mendesak untuk melakukan persetubuhan yang dikhawatirkan akan terjerumus dalam praktek perzinahan.
2.   Haram bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan batin kepada calon istrinya,sedangkan nafsunya belum mendesak.
3.  Sunnah bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mempunyai kemampuan untuk nikah,tetapi ia masih dapat menahan diri dari berbuat haram.
4.  Makruh bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu member belanja calon istrinya.
5.   Mubah bagi orang tidak terdesak oleh alas an-alasan yang mewajibkan segera nikah atau karena alas an-alasan yang mengharamkan untuk nikah.

E. Hikmah perkawinan

1.         Untuk menjaga kesinambungan generasi manusia.
         Nabi saw mengnjurkan nikah bagi orang yang mengharapka keturuan ,seperti periwayatan Ma’qal bin Yasar bahwa seorang laki-laki datang kepada rasulullah salallahualaihiwasallam berkata :”Ya Rasulullah !Aku memperoleh seseorang wanita yang cantik,indah,berketurunan,memiliki setatus social dan harta ,tetapi dia tidak melahirkan .apakah aku nikahi? “Nabi melarangnya .Dan lelaki itu datang lagi yang kedua ,beliau bersada seperti yang pertama.Kemudian datang lagi yang ketiga ,beliau bersabda:yang artinya;Kawinlah wanita yang penuh kasih sayangdan banyak anak,sesungguhnya aku bangga memiliki banyak umat.(HR, Al-Bukhari)
2.         Menjaga kehormatan dengan cara menyalurkan kebutuhan biologis secara syar'i.
3.         Kerja sama suami-istri dalam mendidik dan merawat anak.
4.         Mengatur rumah tangga dalam kerjasama yang produktif dengan memperhatikan hak dan kewajiban.




BAB III
PENUTUP
I.                Kesimpulan
Dari pembahasan di atas ada beberapa hal yang dapat disimpulkan : pertama, dengan menggunakan kajian yang integral dan induktif (menyatu, menyeluruh dan terpadu) terhadap persoalan-persoalan sekitar hubungan/ relasi suami dan isteri dalam kehidupan rumah tangga dapat disimpulkan, bahwa hubungan suami isteri dalam segala aspekadalah hubungan patnersif, yakni hubungan saling membutuhkan, saling melengkapai, dan berada pada posisi yang sejajar.
Kedua, dari pengertian dan tujuan perkawinan, dapat disimpulkan bahwa hubungan suami dan isteri dalam kehidupan rumah tangga bukan hanya sekedar hubungan emosional dan biologis, tetapi lebih dari itu adalah pula hubungan rohani, sosiologis dan keagamaan yang dilandaskan pada ketulusan/ keikhlasan dan kerelaan, dengan tujuan untuk mendapatkan ketentraman dan kedamaian, dan ini lah yang menjadi tujuan perkawinan.


DAFTAR PUSTAKA
-        Nasution, Khoiruddin, Prof. Dr., Ma. Hukum Perkawinan 1, Yogyakarta: ACEdeMIA+TAZZAFA, 2013.
-        Muhammad Azzam, Abdul Aziz, & Sayyed Hawwas, Abdul Wahhab, Fiqih Munakahat, Jakarta: AMZAH.
-        https://googleweblight.wordpress.com

Cinta Kebahagiaan

blogku Hakikat Cinta, guna menemukan apa arti cinta yang sebenarnya. Blogku Hakikat Cinta ditulis dengan hati dan rasa. Salam Rindu untuk Cinta

0 komentar: